Prof.Dr.Wahyu Wibowo, Dosen Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional : Dalam Proses Kreatif, Karya Puisi Pulo Lasman Simanjuntak Cenderung Bergulat Dalam Sepinya
JAKARTA-"Manusia sepi Pulo Lasman Simanjuntak jangan memaknai ungkapan ini secara benar begitu adanya.Dalam proses kreativitasnya, ia cenderung bergulat dalam sepinya.Manusia sepi yang tak hentinya berefleksi tentang hidupnya," ujar Prof.Dr.Wahyu Wibowo, Dosen Filsafat Bahasa di Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Nasional (UNAS) di Jakarta, pada Minggu malam (5/1/2025).
Pada awal tahun 2025 ini, Prof.Dr.Wahyu Wibowo-yang juga dikenal sebagai penyair dan sastrawan angkatan 2000 ini- mencoba menyoroti dan 'kritisi' terhadap sejumlah karya sastra (baca: puisi/sajak-red) Penyair Pulo Lasman Simanjuntak (63) yang juga dikenal sebagai wartawan dan rohaniawan.
"Yang mesti dibaca dalam rangka menonjolkan refleksinya dari ihwal yang ditangkap oleh pancainderanya," ujar penulis 50 judul buku yang pada tahun 1980-an menjadi Ketua Bengkel Sastra Ibukota (BSI) dan mengikuti ajang Festival Penyair Muda 1982 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta ini.
Itu sebabnya-lanjut Prof.Dr.Wahyu Wibowo- Penyair Pulo Lasman Simanjuntak bisa amat produktif menulis puisi sampai hari ini.
"Tanpa peduli apakah pembacanya bisa mencernanya dengan mudah," ucap pria kelahiran Kampung Serdang, Kemayoran, Jakarta Pusat, 8 Maret 1957 ini.
Ketidakpeduliannya itu mohon dibaca tidak dalam rangka meraih "litentia poetica", sebagaimana kerap dituduhkan orang jika hendak membela seorang penyair yang puisinyanya "tidak berbicara apa-apa".
" Pada puisi Pulo Lasman Simanjuntak tetap saja terlihat dengan jelas betapa ia hendak mengatakan sesuatu, betapapun ia harus terengah-engah mengatakannya," kilah kritikus yang ikut membidani terbitnya buku "Aliran Kritik Sastra Sawo Manila" (1987) ini.
Pada puisinya berjudul, "Ulang Tahun Membaca Suara Tuhan", sebagai contoh, Pulo Lasman Simanjuntak kentara menegaskan bahwa lelah hidupnya ternyata tidak membuatnya diundang pada "mimpi purbanya" tentang eksistensi Tuhan.
Ia selalu merasa "terjebak dalam sebuah permukiman liar", yang selalu dibanjiri air mata. Ia selalu berharap bahwa ia memang mesti selalu bergerak dalam kesakitan panjang, sementara usia terus saja beranjak.
"Pilu memang membaca puisi karya Pulo Lasman Simanjuntak.Dan, kepiluan itu melalui daya perlokutif tertentu mampu bersifat universal. Lasman Simanjuntak memang manusia sepi yang tak hentinya berefleksi tentang hidupnya," pungkasnya.
Sejak tahun 1980-an karya puisi Prof.Dr.Wahyu Wibowo telah diterbitkan dalam buku antologi puisi "Liang Luka" (1989)- " Mata Sembap" (1991)- dan "Cinta Batu, Batu Cinta (1992).Ia juga menulis buku ilmiah mengenai jurnalistik, bahasa, sastra, dan kepenulisan pragmatik, yang rata-rata mengalami cetak ulang.
Enam Puisi Pilihan Terbaik
Sementara itu di bawah ini sejumlah karya puisi Pulo Lasman Simanjuntak, penyair yang karya puisinya telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal dan 35 buku antologi puisi bersama para penyair seluruh Indonesia.
Karya puisinya juga telah sejak tahun 1980-2024 telah dimuat pada 23 media cetak (koran, suratkabar mingguan, dan majalah) serta tayang (dipublish) di 238 media online (website).Dalam tiga tahun terakhir ini karya puisinya juga telah "go internasional" sampai ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Republik Demokratik Timor Leste, Bangladesh, dan terakhir India.
Enam Sajak Pilihan Terbaik
DARI BENUA LAIN
dari benua lain
kucuri jejak membatu
kemarau pecah di tangan kiri
seperti suara riuh
pesta rakyat semu
masihkah engkau bermukim di situ ?
matahari melepuh
dalam sajakmu
tak mampu lagi meninju jasadku
"aku datang tanpa topeng, seperti dulu kita pernah memburu para pekerja malam di pinggir kotamu."
lama engkau sodorkan sumur-sumur subur
menggairahkan cuaca yang surut
dalam permainan kata
permainan makna
di depan pintu gerbang itu
sepiku terperosok
ke dalam selokan
kurenangi tangis
sungai keruh
bulan menganga
bintang-bintang terjaga
di pintu halaman rumahmu
aku berlari kencang
membawa salib
jati diri
tak bertemu
jarak tegak
berkilometer tangisan sudah kusentuh
ratusan perjudian liar
sudah kukunyah
sampai kenyang
dari hotel berbintang tiga
turun lagi ke jagad sejati
sepucuk surat genap
melenyapkan angan debat yang purba
Jakarta , Juli 1997
RUMAH MUNGIL TANAH MERDEKA
rumah mungil tanah merdeka
di sini puisiku bernyanyi
bersama santi
berwajah matahari
disodorkan busana
warna putih
masa kanak-kanak
lalu memanjang
membentur pohon rambutan
porselen antik
jadi perhiasan mati
hanya wajah Yesus
ada di jantung kami
sehingga apa saja
tergenang dalam sejarah
dalam rumah tua
boneka panda di kursi, patung porselen, kelinci putih menggelinding dari matahari tuli
nikmat kami menghitung hari-hari
tak pernah tertulis
dalam almanak
lalu kami menembus hujan lebat
sore hari
mengumpulkan sunyi seperti bakteri
cinta birahi liar
jadi penyakit kelamin
lelaki insomnia
setengah hati
Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2022
TUNTAS
duka siapa mau menyergap
di rimba kamarmu
sejarah berterbangan
tak pernah bercumbu
dengan matahari pagi
hanya sepotong roti tua
disuguhkan pria perkasa
bersenjatakan roh ketakutan
digelar di meja judi
tertangkap angin jahat
pada tiap dinihari
kini kita saling menjaga jarak
ruang dan waktu
tak pernah lagi saling bertemu
kadang kita melepas rindu
menulis berita online
tentang kapal digital, samudera raya
air laut yang merembes
sampai ke penjara di benua orang-orang mabuk kekayaan
sekarang tersisa
hanya doa berdarah saudara- bersaudara
sejam masa kanak-kanak
rasa sesal mengapa dulu kita tak lagi rajin berenang di sungai membusuk
depan rumah
ataukah menghitung
sejumlah perkawinan retak
mulai dari pewarta muda
pujangga teler sampai perwira mualim
yang sempat terjebak
mengurai kesepian di rumah kelam
Jakarta, Jumat 15 Juli 2022
SAJAK KRITIS
hari ini kembali sajakku
menjahit sunyi
tanpa angin pagi
hanya suara aliran air kolam
ikan-ikan setengah lumpuh
membuat sajakku semakin kelaparan
mau kemana dibawa tubuhmu
ke padang ilalang
tak ada mata uang
di sana kering kerontang
sementara dari jarak dekat
seorang lelaki tuli mondar-mandir
menyusup dalam sajakku
telah berkemas
untuk menjual nyawa
barang mati apa saja
bisa dimakan dengan rakus
Jakarta , Senin 5 September 2022
TIGA MANUSIA DALAM CAWAN LEBUR
tiga manusia telah berdoa sianghari
di bawah matahari dungu
mereka selalu berkeliaran
di taman eden yang terluka
bergumul dengan ayat-ayat suci
mereka masih butuh sepiring syair
bakal dimasak sampai matang
buat santapan ritual
tanpa suguhan beras merah
seperti pekabaran kesehatan
malam tadi
kita harus melenyapkan makanan daging halal
tiga manusia ini terus menunggu
kabar dari benua
selalu bawa bencana
sejak dinihari telah disodorkan lewat penyakit gula dosis tinggi
yang sempat juga menawarkan souvenir
lagu pujian generasi milenial
ya, debata
datanglah dengan segera !
Jakarta, Senin siang 5 September 2022
ULANGTAHUN MEMBACA SUARA TUHAN
hujan deras yang dimuntahkan
di atas ranjang keluh kesah ini
tak dapat lagi mengundang
mimpi-mimpi purba
(masa lalu ?)
selalu terjebak dalam sebuah permukiman liar
banjir airmata dan rasa sesal
dibungkus irama kemandulan
lalu saat sunyimu pesiar ke sebuah bangunan tua dalam kota
telah diamarkan lewat seorang pekabar perempuan
“melahirkan seorang anak harus melalui tangan Tuhan, bukan menghambur-hamburkan birahi ke dalam cawan kemiskinan ,” pesannya lewat jendela pesakitan dari seberang pulau sumatera
maka pagihari
bertelut dan berdoalah
saat usiamu telah bergerak
dalam kesakitan tak berkesudahan
tetaplah membaca suara Tuhan
karena ini
ujian iman
seperti abraham
tataplah lagi
matahari basah di depan rumah
terbanglah seperti burung rajawali semakin tinggi
menembus langit baru dan bumi baru
jangan gelisah
tiang awan mendung
juga telah kirim makanan
sehingga para pemulung tak akan bertegur sapa lagi
siapa mau menjual kesetiaan sumpah pernikahan
kudus, kudus,
aku tak mau kelaparan
mati dalam usia belia
Jakarta, Selasa 6 September 2022
(***/Eykel)
Post a Comment