Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia Gelar Webinar “Membangun Pemilih Cerdas: Literasi Digital untuk Pilkada Damai”

Webinar Membangun Pemilih Cerdas yang digelar Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia (ist)

JAKARTA - Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak merupakan momen penting bagi seluruh rakyat Indonesia, tak heran jika jutaan informasi beredar di berbagai platform. Agar masyarakat mendapatkan literasi digital yang baik, Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Digital menggelar webinar dengan tema “Membangun Pemilih Cerdas: Literasi Digital untuk Pilkada Damai”, yang diselenggarakan Senin (11/11). 

Pada webinar yang berlangsung melalui platform Zoom Meeting, Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia menghadirkan para pembicara yang berkompeten di bidangnya, yaitu Dr. Rosarita Niken Widiastuti M.Si (pegiat literasi digital), Arya Rifqi Waradana (konsultan kebijakan dan politik), dan Hasbi Rofiqi (Pembina Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia). Dalam diskusi yang hangat dan interaktif tersebut dihadiri masyarakat umum, termasuk pengacara yang cukup terkenal. 

Tidak bisa dimungkiri bahwa era digital yang begitu cepat dan masif mewarnai suasana pilkada saat ini. Media sosial, portal berita, serta berbagai jenis platform digital lainnya ikut memberikan informasi secara menyeluruh terhadap calon pemilih, terkait informasi tentang para kandidat, isu-isu yang menyertainya, serta perkembangan berita tentang pilkada. 

Namun di balik kemajuan teknologi digital yang masif dan serba cepat ini juga memiliki risiko besar terhadap disinformasi, yaitu berupa penyebaran informasi palsu, baik yang disengaja maupun yang tidak, yang bisa menimbulkan kebingungan pemilih, sehingga menghasilkan keputusan yang kurang tepat. 

Literasi digital menjadi kemampuan yang krusial bagi setiap pemilih, agar mereka dapat memilah informasi mana yang benar dan mana yang keliru. Literasi digital yang kuat diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan terjadinya fenomena disinformasi di masa pilkada. Pemilih sebaiknya mengenali calon terakit, mencari tahu visi, misi, dan program kerjanya melalui sumber informasi yang kredibel. 

Hasbi Rofiqi dalam paparan singkatnya di dalam webinar menyebut bahwa dalam mengenali calon yang akan dipilih, pemilih harus menelusuri rekam jejak online yang bersangkutan. Selalu gunakan platform independen atau situs resmi yang menyediakan profil calon secara lengkap dan objektif. Pelajari juga visi, misi, danprogram kerja yang ditawarkan, apakah program tersebut realistis dan sesuai kebutuhan daerah? 

"Cobalah fokus pada program yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan sosial," ujarnya.

Pemilih harusnya mengecek kredibilitas media yang dibaca. Bahkan, demi menghindari hoaks yang beredar, sudah seharusnya pemilih melakukan kroscek informasi yang diterima sebelum memercayai atau juga menyebarkannya. 

Hasbi Rofiqi juga menyebut misinformasi berbeda dengan disinformasi. Misinformasi adalah informasi menyesatkan yang dibuat atau dibagikan tanpa tujuan memanipulasi orang, sementara disinformasi mirip dengan hoaks, dibuat untuk meyakinkan orang bahwa hal-hal yang tidak didukung oleh fakta adalah benar.

Perilaku Pemilih

Arya Rifqi Waradana mengungkapkan dalam webinar tersebut bahwa perilaku pemilih itu bisa dilihat dari beberapa pendekatan. Pertama pendekatan sosiologis, yaitu terkait umur, jenis kelamin, agama, kelas, status sosial, dan latar belakang Keluarga membentuk sikap, persepsi dan orientasi individu. Pendekatan kedua adalah pendekatan psikologis. 

Menurut Arya Rifqi Waradana, pendekatan psikologis itu dibentuk untuk informasi politik, ketertarikan terhadap politik, identitas partai (rasa dekat) didasarkan pada sikap partisanship, pendapat terhadap isu serta citra kandidat. 

“Yang ketiga adalah pendekatan pilihan rasional. Hal ini dipandu oleh kepentingan pribadi, prinsip maksimal manfaat dan sikap pragmatisme seseorang,” kata Arya Rifqi Waradana.

Melalui pembahasan yang mendalam selama dua jam, webinar ini diharapkan dapat memberi pemahaman bagaimana disinformasi bekerja dan efeknya terhadap sistem demokrasi di Indonesia, serta pentingnya literasi digital. Sehingga setiap peserta bisa mendapatkan pemahaman secara utuh agar dapat menjadi agen perubahan yang positif dalam menciptakan lingkungan digital yang sehat dan informatif, serta berperan aktif dalam menangkal penyebaran informasi yang tidak akurat selama Pilkada. (inung)

Diberdayakan oleh Blogger.