Pengamat Politik Ray Rangkuti: Hak Angket untuk Mempertanyakan Keterlibatan Presiden di Pemilu 2024
Pengamat politik yang juga Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti. (Foto: koridor.id) |
JAKARTA -- Penyelesaian sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) RI dianggap hanya mengadili dugaan kecurangan pada proses perhitungan suara. Penyelesaian itu tidak memeriksa pelanggaran pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Pengamat politik yang juga Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mendorong adanya hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran pemilu, khususnya Pilpres 2024.
Hak angket ini merupakan hak konstitusional yang dapat diajukan sejumlah partai politik (parpol) melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Penyelidikan dugaan pelanggaran pemilu dapat diselesaikan melalui jalur politik lewat Hak Angket DPR," ujar Ray dalam tayangan Youtube di Metro TV, Selasa (27/2/2024).
Ray mengingatkan bahwa hak angket ini bukan dalam konteks mengubah hasil pemilu yang merupakan wilayah Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Hak angket itu bukan apa hasilnya, tapi bagaimana ditujukan kepada presiden. Enggak mungkin DPR meng-angket Komisi Pemilihan Umum. KPU itu lembaga independen, bukan eksekutif," jelas dia.
Menurut Ray, penyelidikan pelaksanaan pemilu bukan pada angka-angka hasil pemilu, tetapi mempertanyakan, misalnya dugaan keterlibatan Presiden Jokowi terkait dukungan pada paslon tertentu. "Misalnya bisa dipertanyakan soal kelemahan pemilu sekarang, dan benar apa tidak bansos yang dibagi-bagikan Presiden Jokowi berhubungan dengan kenaikan elektabilitas salah satu paslon," jelasnya.
Alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menambahkan, secara administratif PDIP, NasDem, dan PKB itu masih bagian koalisi pemerintah. "Tapi itu koalisi administratif, tapi secara faktual tidak, makanya mereka dorong hak angket," tegas dia.
Menurut Ray, PDIP, Partai NasDem, dan PKB sudah merasa bukan bagian pemerintah. Lantas bagaimana dengan nasib para menteri parpol-parpol tersebut di kabinet Pemerintahan Jokowi? "Itu terserah Presiden Jokowi, kalo mau presiden bisa me-reshuffle. Kenapa bukan parpol yang narik menterinya? Itu sama saja seperti Jokowi gak kembalikan KTA ke PDIP padahal tak mendukung paslon dari PDIP, politik di Indonesia ya begitu."
Di mana-mana di dunia, lanjut Ray, pihak yang kalah yang menuntut keadilan, sehingga di Indonesia dibentuklah Bawaslu dan MK. "Lucunya yang membentuk pengadilan itu pihak yang menang, karena itulah perlunya didorong hak angket," tegasnya.
Adapun pertemuan Jokowi-Surya Paloh pada tanggal 18 Februari lalu dapat dinilai sebagai langkah untuk memadamkan ide Hak Angket di DPR. Sebab, jika Surya Paloh yang juga ketua umum Partai NasDem tidak mendukung, maka kekuatan pendukung hak angket dari parpol-parpol pendukung calon presiden (capres) 01 dan 01 akan menurun signifikan. Ini beresiko membuat gerakan di DPR menjadi prematur.
Ray menilai langkah tersebut perlu dicegah. Atas dasar itu, ia menyarankan segera diadakan pertemuan antara pimpinan parpol-parpol Koalisi 01 dan 03 untuk membicarakan Hak Angket Pemilu 2024. "Sebab, ide tersebut sudah mulai dibahas pimpinan Koalisi 01. Namun belum menjadi agenda pembahasan di Koalisi 03," ungkap dia.
Oleh sebab itu, sambung Ray, pimpinan partai Koalisi 01 perlu untuk segera mengajak PDIP dan PPP dari Koalisi 03 untuk menggulirkan ide hak angket agar berjalan lebih lanjut.
(nnn)
Post a Comment