Timnas Amin: Anies-Muhaimin Siapkan Perubahan Bidang Diplomasi agar tak Sekadar Transaksional

Co-kapten Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin), Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. (Foto: liputan6.com)


JAKARTA -- Co-kapten Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin), Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menyatakan, Anies-Muhaimin sedang mengimplementasikan perubahan dalam bidang diplomasi. Ini lantaran saat ini di kancah internasional terjadi pergeseran nilai atau norma sehingga pendekatan diplomasi hanya berupa transaksional berdasar hitungan untung rugi.

"Diplomasi kini bergeser bukan berbasis nilai dan norma-norma, nurani. Untuk mengambil pendekatan itu harus tahu dulu apa nilai atau norma kita. Prinsip pertama Pak Anies dalam diplomasi adalah lebih menjunjung tinggi nyawa manusia di atas segala-galanya," ujar Lembong dalam acara peluncuran buku "Anies Baswedan The Rising Star" karya Samsul Muarif di Markas Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas Amin), Jalan Diponegoro 10, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024).

Menurut Lembong, jika ada benturan antara nyawa dan industri misalnya, maka yang harus mengalah adalah industri.

"Contoh polusi, bisa merusak atau meghilangkan nyawa itu sudah gak benar dan itu melanggar nilai yang kita junjung bahwa nyawa di atas segala-galanya,” jelas Lembong. "Ini sebenarnya sesuai Sila Kedua Pancasila."

Lembong melanjutkan, prinsip kedua yang akan diterapkan Anies adalah keadilan. Hal ini sejalan dengan asas keadilan pada Sila Kelima Pancasila.

"Misalnya Ukrania diserang Rusia itu bisa disebut adil atau tidak atau apakah itu sesuai dengan norma atau nilai kita pegang? Atau penindasan rakyat Palestina oleh Israel selama puluhan tahun, apakah itu adil, apa itu fair? Prinsip itu yang dipegang teguh Pak Anies dalam semua formulasi kebijakannya," tegas Lembong. "Kompas moral itu paling utama."

Kemudian Lembong menggarisbawahi kira kira apa konsekuensi bagi Indonesia dalam konflik Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Indonesia, sambung dia, tak berpihak pada Tiongkok dan tidak pula berpihak pada AS. "Tapi sekurang-kurangnya kita konsisten berpegang pada prinsip teguh pada nilai nilai kita, mungkin tidak sempurna untuk solusi, tapi bila memang harus kompromi, kita tak pernah lupa tujuan jangka panjang kita ke mana," ujarnya.

Lembong menambahkan, Anies paham internasionalisme itu sangat penting dan dari dulu sudah penting. "Mengutip dari Presiden pertama RI, Soekarno, beliau mengatakan bahwa nasionalisme tidak subur jika tidak hidup di dalam taman sari internasionalisme. Sebaliknya internasionalisme tidak dapat subur jika tidak berakar pada bumi nasionalisme. Jadi kedua-keduanya penting."

Kondisi saat ini, Lembong melanjutkan, semakin genting dan memerlukan kerja sama internasional karena tantangan-tantangan seperti krisis iklim dan kesehatan publik, tak bisa diselesaikan bahkan oleh negara adikuasa atau kelompok negara. "Butuh kerja sama seluruh negara di dunia, semua harus berkontribusi, dan Indonesia harus ada di dalamnya," tandas dia.

Sementara itu, peluncuran buku tentang sosok Anies tersebut turut dihadiri jurnalis senior, Saur Hutabarat dan Teguh Santosa. Acara dipandu moderator Teguh Juwarno.

---




Anies Dinilai Paling Siap Jadi Pemimpin untuk Hadapi Tantangan Internasional

JAKARTA -- Pemimpin Indonesia ke depan harus tangguh dan proaktif menjawab berbagai tantangan Internasional. Figur ini dinilai dimiliki calon presiden (capres) nomor urut 1, Anies Baswedan.

"Anies ini terlambat jadi presiden, walau sesungguhnya tidak ada kata terlambat," kata pengamat politik internasional, Teguh Santosa, dalam acara peluncuran buku "Anies Baswedan The Rising Star" karya Samsul Muarif di Markas Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas Amin), Jalan Diponegoro 10, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024).

Teguh berandai-andai, jika Anies tak terlambat menjadi presiden atau menjadi Presiden RI pada 2019 lalu, mungkin Ukraina tak akan diserang Rusia atau mungkin yang menyatukan Iran dan Arab Saudi bukan Cina, tetapi Indonesia. "Kalau sekarang Indonesia jadi pemimpin G-20 atau ASEAN itu hanya giliran. Baru hebat misalnya kalau pertemuan dialog Kim Jong-un dan Donald Trump terjadi di Indonesia," jelasnya.

Jurnalis senior ini membeberkan, kualifikasi pemimpin yang dibutuhkan masyarakat dunia saat ini adalah sosok yang bisa menjadi pemain tengah. Anies dinilainya masuk kriteria itu lantaran masuk dalam daftar 100 intelektual publik dunia.

"Orang hanya bisa jadi pemain tengah kalau dia punya nilai sehingga dia tidak bisa ditarik ke atas, tidak bisa ditarik ke bawah," tegas Teguh yang juga Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).

Dosen Hubungan Luar Negeri Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini menambahkan, dengan situasi seperti sekarang ini, Presiden Indonesia ke depan tidak boleh sembarangan.

"Orang seperti apa yang dibutuhkan dunia untuk bisa bermain di situasi seperti itu, ya bukan orang yang kaleng-kaleng," cetus Teguh. "Tapi orang yang punya karakter, orang yang punya rekam jejak, orang yang punya rekam karya, orang yang mendapat pengakuan, karena itulah yang dibutuhkan."

Teguh menambahkan dari buku "Anies Baswedan The Rising Star" juga bisa dilihat sejumlah media internasional seperti The Conversation.com, CNN, Washington Post, dan The Sydney Morning Herald menunjukkan citra politik Anies yang sangat positif di mata mayoritas masyarakat.

Sementara itu, peluncuran buku tentang Anies tersebut turut diramaikan dengan diskusi yang melibatkan Co-Kapten Timnas Amin, Thomas Trikasih Lembong, dan Deputi Media dan Komunikasi Timnas Amin, Saur Hutabarat. Serta dipandu moderator Teguh Juwarno.

 

(nnn)

Diberdayakan oleh Blogger.